Kata Pranoto, lagu bukan sekadar apa yang diperdengarkan, melainkan terdapat “dokumen sosial” di dalam lirik dan momen dinyanyikan. Budayawan sekaligus politikus Eros Djarot menyebut film ini sebagai “sebuah rekonstruksi visual yang agaknya dicomot langsung dari kepala Suharto – superhero satu-satunya dalam film tersebut.” Klub pertama yang akan dibahas pada artikel https://cliffstearns.com/